Sebagian orang menghubung-hubungkan antara puasa Arafah (puasa tanggal 9 Dzulhijjah) dan Wuquf di Arafah, lantas mengklaim bahwa terjadinya puasa Arafah di segala belahan dunia harus bertepatan dengan terjadinya wuquf di Arafah di Mekah. Tentunya ini klaim yang tidak tepat, puasa Arafah dan Idul Adha sudah dikenal Islam sejak tahun ke-2 Hijriyah jauh sebelum disyariatkannya Wuquf di Arofah yang baru dilakukan Nabi ﷺ pada Haji Wada di tahun 10 H. Yang menjadi patokan dalam puasa Arafah adalah penanggalan hijriyah, sebab definisi puasa Hari Arafah adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijah. Ini termasuk puasa yang rutin diamalkan oleh Nabi ﷺ setiap tahun. Dalam sebuah hadits disebutkan:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَصُومُ تِسْعًا مِنْ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَخَمِيسَيْنِ
Bahwa Rasulullah ﷺ biasa berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah (Arafah), hari Asyura, tiga hari setiap bulan, Senin pertama setiap bulan, dan dua kali Kamis. (HR An-Nasai)
Dalam penanggalan Hijriyah, yang menjadi patokan adalah terlihatnya Hilal di satu daerah. Jika hilal tidak terlihat pada malam ke 29, maka bulan digenapkan menjadi 30 hari. Ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ tentang puasa Ramadhan:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ ، فَإِنْ غُبِّىَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ
Berpuasalah karena melihatnya (hilal) dan berbukalah (Idul Fitri) karena melihatnya. Jika (permulaan) bulan samar bagi kalian, maka sempurnakanlah bulan (menjadi 30 hari). (HR Bukhari-Muslim)
Penetapan bulan berdasarkan Rukyatul Hilal ini bukan hanya untuk Bulan Ramadhan dan Syawal saja, melainkan untuk bulan-bulan lainpun demikian. Dalam Bughyatul Mustarsyidin dikatakan:
لا يثبت رمضان كغيره من الشهور الا برؤية الهلال أو كمال العدة ثلاثين بلا فارق
Tidak ditetapkan Bulan Ramadhan, dan bulan-bulan lain kecuali dengan melihat Hilal atau menyempurnakan bulan menjadi tiga puluh hari tanpa ada perbedaan. (Bughyatul Mustarsyidin: 108)
Karena tempat terbit matahari dan bulan berbeda-beda antara satu daerah dan lainnya, maka pastinya sering terjadi perbedaan penetapan awal Bulan Hijriyah terlebih antara daerah yang berjauhan. Jika hal itu terjadi, maka setiap daerah harus berpatokan dengan hasil rukyatul hilal masing-masing. Di zaman para sahabat, perbedaan ini pun pernah terjadi dan Sahabat Abdullah bin Abbas RA menegaskan bahwa setiap daerah memiliki hukum tersendiri berdasarkan ajaran Rasulullah ﷺ. Dalam Shahih Muslim dikisahkan:
عَنْ كُرَيْبٍ أَنَّ أُمَّ الفَضْلِ بِنْتَ الحَرْثِ بَعَثَتْهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ فَقَالَ: قَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتَهَلَّ عَلىَ رَمَضَان وَأَنَا بِالشَّامِ فَرَأَيْتُ الهِلاَلَ لَيْلَةَ الجُمُعَةِ . ثُمَّ قَدِمْتُ المَدِيْنَةَ فيِ آخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنيِ عَبْدُ اللهِ بْنِ عَبَّاس ثُمَّ ذَكَرَ الهِلاَلَ فَقَالَ: مَتىَ رَأَيْتُمُ الهِلاَلَ ؟ فَقُلْتُ : رَأَيْتُهُ لَيْلَةَ الجُمُعَةِ. فَقَالَ: أَنْتَ رَأَيْتَهُ ؟ فَقُلْتُ نَعَمْ وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ. قَالَ: لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلاَ نَزَالُ نَصُوْمُ حَتىَّ نُكْمِلَ ثَلاَثِيْنَ يَوْمًا أَوْ نَرَاهُ. فَقُلْتُ: أَلاَ تَكْتَفيِ بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَة ؟ فَقَالَ لاَ هَكَذَا أَمَرَنَا النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
Dari Kuraib radhiyallahuanhu bahwa Ummul Fadhl bintil Hartrs telah mengutusnya menemui Sahabat Muawiyah di Negeri Syam. Kuraib menceritakan:
Aku tiba di negeri Syam dan aku selesaikan tugasku, lalu datanglah hilal Ramadhan sementara aku di Syam. Aku melihat hilal pada malam Jumat. Kemudian aku pulang ke Madinah di akhir bulan. Maka Abdullah bin Abbas bertanya padaku dan ia menyebutkan tentang Hilal di Syam. Ibnu Abbas ra bertanya,
"Kapan engkau melihat hilal?".
"Aku melihatnya malam Jumat", jawabku.
Ibnu Abbas bertanya lagi, "Kamu melihatnya sendiri?".
"Ya, orang-orang juga melihatnya dan mereka pun berpuasa, bahkan Mu'awiyah pun berpuasa", jawab Kuraib.
Ibnu Abbas berkata, "Tetapi kami (di Madinah) melihat hilal malam Sabtu. Dan kami akan tetap berpuasa hingga 30 hari atau kami melihat hilal".
Kuraib bertanya, "Tidakkan cukup dengan rukyatul Hilal yang dilakukan oleh Mu'awiyah?"
Ibnu Abbas menjawab, "Tidak, demikianlah Rasulullah ﷺ memerintahkan kami.” (HR. Muslim)
Dari pemaparan ini menjadi jelas bahwa penetapan tanggal hijriyah tergantung kepada rukyatul Hilal di daerah masing-masing. Masing-masing daerah memiliki hukum tersendiri.
Perbedaan ini hendaknya tidak dijadikan bahan untuk perselisihan, namun semestinya menjadi bahan renungan bagi kita semua mengenai keagungan kuasa Allah ﷻ. Bagaimana bulan dan matahari beredar pada orbitnya masing-masing sehingga menjadikan setiap belahan bumi memiliki perbedaan waktu yang berlainan. Setiap matahari terbit di satu tempat, itulah juga saat tenggelamnya matahari di tempat lain. Jika di satu tempat seorang muslim sedang berpuasa di siang hari, di belahan bumi lain ada yang sedang khusyuk dalam shalat malamnya. Setiap saat adalah pagi, siang, sore, dan malam di belahan bumi masing-masing. Setiap saat adalah waktu Shubuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya di belahan bumi masing-masing. Setiap saat adalah waktu berdzikir, tidak pernah hentinya nama Allah ﷻ disebutkan sampai masa yang ditentukan Allah ﷻ. Subhanallah.
Blog Tarbiyah Wadda’wah Rabithah Alawiyah
https://rabithahalawiyah.org/blogs