Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi merupakan murid dari Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Beliau menulis risalah ringkas berjudul “Tabshiratul Wali, Bi Thariq As-Sadah Al Abi Alawi.” Dalam tulisan itu beliau menjelaskan secara ringkas mengenai Thariqah Sadah Ba’Alawiy.
Berikut ini adalah terjemah bebas dari Risalah Beliau itu:
Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
Hanya kepada-Nya Kami memohon pertolongan
Segala puji bagi Allah. Shalawat Allah semoga terlimpahkan kepada Sayidina Muhammad beserta keluarga dan sahabat Beliau disertai dengan limpahan salam.
Allah ﷻ berfirman:
وَاِنَّكَ لَتَهْدِيْٓ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۙ صِرَاطِ اللّٰهِ الَّذِيْ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ اَلَآ اِلَى اللّٰهِ تَصِيْرُ الْاُمُوْرُ
Sesungguhnya engkau benar-benar membimbing (manusia) ke jalan yang lurus, (yaitu) jalan Allah yang milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ketahuilah (bahwa) kepada Allahlah segala urusan kembali! (QS. As-Syura: 52-53)
Beliau ﷺ merupakan sosok yang membimbing dengan cahaya Allah ﷻ bagi para hamba-Nya yang dikehendaki, yaitu mereka yang terdahulu mendapatkan ketetapan Allah untuk mendapatkan inayah menuju jalan yang lurus, yaitu:
صِرَاطِ اللّٰهِ الَّذِيْ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ اَلَآ اِلَى اللّٰهِ تَصِيْرُ الْاُمُوْرُ
(Yaitu) jalan Allah yang milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ketahuilah (bahwa) kepada Allahlah segala urusan kembali! (QS. As-Syura: 53)
Inilah jalan yang di sebutkan dengan kata tunjuk (isim isyarah) ‘Hadza’ yang berfaidah menunjukkan sesuatu yang dekat dan dapat disaksikan di dalam Firman Allah ﷻ:
وَاَنَّ هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُۚ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهٖۗ ذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) sehingga mencerai-beraikanmu dari jalan-Nya. Demikian itu Dia perintahkan kepadamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-An’am: 153)
Jalan lurus ini telah dijelaskan di dalam Al-Kitab yang memiliki sifat:
لَّا يَأْتِيْهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهۗ تَنْزِيْلٌ مِّنْ حَكِيْمٍ حَمِيْدٍ
Tidak ada kebatilan yang mendatanginya, baik dari depan maupun dari belakang. (Al-Qur’an itu adalah) kitab yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. (QS. Fushilat: 42)
Jalan yang dijelaskan dalam sabda Nabi ﷺ, perbuatan serta taqriq (pengakuan Beliau ﷺ atas yang terjadi di masanya). Jalan itu juga dapat disaksikan dalam gerak-gerik, kehidupan, serta akhlak Beliau ﷺ. Di atas jalan ini, berjalan para pembesar sahabat dan ahlul bait Beliau ﷺ, kemudian generasi tabiin yang mengikuti dalam kebaikan, demikian pula para pengikut mereka.
Jalan ini telah dikutip oleh dua imam yang agung:
Abu Thalib Al-Makki dalam kitab ‘Qut’nya,
Dan Abu Qosim Al-Qusyairi dalam ‘Risalah’nya. Serta para ulama yang sejalan dengan mereka.
Lalu jalan ini diperinci, diteliti, dibersihkan, dijelaskan bab-babnya, ditetapkan, dan dimurnikan oleh Hujjatul Islam Al-Ghazali.
Itulah jalan Sadah Alawiyin Hadramaut keturunan Sayidina Husain. Mereka menerima thariqah ini secara demikian generasi demi generasi, ayah ke kakek. Mereka mewarisinya dari semenjak datuk mereka Al-Husain, Zainul Abidin, Al-Baqir, As-Shadiq, dan para pembesar salaf lainnya secara demikian sampai saat ini.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Thariqah Sadah Bani Alawi tidak lain adalah jalan Al-Kitab dan As-Sunah:
هُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ
(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (QS. Ali Imran: 163)
Ada yang berada dalam tingkat pertengahan dalam thariqah ini, ada yang sempurna, ada pula yang lebih sempurna. Inilah jalan yang menyampaikan siapa saja yang berjalan di atasnya menuju Allah ﷻ. Namun perjalanan mereka berlainan derajatnya. Ada yang berjalan tepat di tengah jalan lurus ini, ini sangat jarang sekali. Ada yang berjalan sedikit ke samping. Ada yang berjalan di tepi jalan lurus ini. Ada pula yang berjalan hanya mengikuti orang-orang yang berjalan di atas jalan ini.
Maka dapat difahami bahwa Thariqah Sadah Abi Alawi adalah jalan Allah yang lurus. Mereka termasuk ke dalam golongan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah atas mereka dengan ketaatan kepada-Nya dan ketaatan kepada Rasululah serta kebersamaan dengan:
النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا* ذَٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ عَلِيمًا
Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui. (QS. An-Nisa: 69,70)
Yang bertentangan dengan Thariqah Al Abi Alawi dalam artian bertolak-belakang dengannya, maka itu adalah jalan-jalan yang menyimpang dari jalan Allah. Sebab poros dari Thariqah mereka adalah:
Berada di atas akidah para salaf yang saleh
Memperbaiki ketakwaan
Zuhud terhadap dunia
Melazimi sifat tawadhu
Telaten beribadah
Menyambung berbagai wirid
Merasakan takut (kepada Allah ﷻ)
Keyakinan yang sempurna
Akhlak yang baik
Memperbaiki niat-niat
Mensucikan lahir dan batin
Menghindari aib-aib yang samar maupun yang jelas
Mengenai hakikat mana yang utama atau yang lebih utama, pengetahuan itu berada di sisi Allah. Di sisi Allah maksudnya adalah berasal dari ilmu-Nya mengenai makhluk, yang:
وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. Al-Baqarah: 255]
Manusia yang paling tinggi dan agung adalah yang paling dekat kepada Allah ﷻ Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Kedekatan dengan Allah ﷻ tergantung kepada kekuatan iman, yaqin, dan ihsan, melaksanakan hal-hal yang wajib, memperbanyak hal-hal yang sunnah, berakhlak sesuai dengan akhlak Nabi ﷺ dan meniru sifat-sifat Allah yang meliputi sifat rahmat, sayang, mengendalikan segala hal, mensucikan diri dari sifat-sifat ketidaksempurnaan, dan terbebas darinya, memberikan keamanan, menjelaskan hakikat-hakikat segala sesuatu, ketinggian derajat, serta sifat-sifat lain yang terdapat dalam Asmaul Husna.
Semua itu merupakan kebenaran yang jelas. Pembicaraan mengenai ini (Thariqah) tidak lain adalah untuk menjelaskan kebenaran insya Allah, dan untuk mengungkapkannya (bukan untuk membanggakan diri). Sebab berbangga-bangga dalam agama telah ditiadakan oleh Nabi ﷺ Sang perintis syariat yang terpercaya. Jika seorang bertujuan berbangga-bangga dengan agama, maka ia telah berbuat keliru, karena ia hendak menetapkan apa yang dinafikan oleh syariat. Sebab Nabi ﷺ telah bersabda:
أنا سيد ولد آدم ولا فخر
Aku adalah pemimpin keturunan Adam, tanpa berbangga. (HR. Ibnu Majah, Abu Dawud, Ahmad, Turmudzi)
Beliau ﷺ meniadakan kebanggaan, menjelaskan kebenaran, dan menampakkan nikmat Allah padanya dengan mengungkapkannya. Ini adalah apa yang aku dengar dari junjungan dan guru kami As-Syekh As-Sayid Abdullah bin Alwi Al-Haddad Ba’alawi Al-Husaini. Atau demikian lafadz yang mendekati, atau makna yang mendekatinya. Aku mendengarnya di Masjid Beliau Al-Awwabin pada Isya Hari Selasa, tanggal 10 Bulan Haram Dzul Qa’dah, tahun 1109 H.
Siapa saja yang melihat tulisan ini, hendaknya memberikan uzur dan maafnya apabila mendapati kesalahan atau kekeliruan sebab pandanganku yang lemah, dan bahasa penyampaianku yang tidak rapi. Selain itu, aku menulis ini hanya dalam satu kali duduk, dengan izin Allah yang tiada Tuhan selain Dia, dan kepada-Nya tempat kembali.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Dan semoga Allah melimpahkan shalawat kepada junjungan kita Muhammad, seorang pemberi kabar gembira sekaligus peringatan, Pelita yang bercahaya. Serta kepada keluarga dan sahabat Beliau, disertai limpahan salam yang banyak, selama-lamanya. Aamiin ya robbal alamiin.
Keterangan: Risalah ini telah disampaikan kepada guru beliau, Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Dan beliau pun memberi dukungan atas kandungannya.
Blog Tarbiyah Wadda’wah Rabithah Alawiyah
https://rabithahalawiyah.org/blogs